NEWSPOSPUBLIK.COM
Kota Bekasi, – “Sudah jatuh tertimpa tangga” kata itu tak ayal lagi menjadi kelakar guyonan di kalangan para pemulung sampah yang ada di lokasi Zona kerja Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Unit Pelayanan Sampah Terpadu (UPST) Bantargebang dalam keseharian saat ini, bagaimana tidak dari sudut penghasilan sudah tidak memadai karena banyak faktor yang menghambat diataranya persoalan harga jual limbah rongsokan (emberan,red) dan asoy (kantong kresek,red)

Sementara di lokasi tempat mencari barang rongsokan di gunung sampah yang ketinggian sudah sangat tinggi hampir mencapai 30 s/d 40 meter serta medan berat yang sulit belum lagi teman teman pemulung dari berbagai daerah berdatangan nyaris memenuhi lokasi mulung dari per- trap 1 sampai dengan trap 3 memaksa pemulung extra lebih kuras tenaga untuk lebih lagi kejar target penghasilan pencarian sebagai pemulung bahan limbah daur ulang untuk bisa bertahan hidup di perantauan.
“Saat ini saya hanya mampu cari 2 s/d 3 karung volet (@50kg) permalamnya, karena saya dan anak saya kerjanya malam (16.00 – 04 Wib) disalah satu zona aktif pembuangan sampah pak’ bisa sih sampai 4 – 5 karung kalau sampahnya lagi bagus buangannya serta kondisi alam memadai artinya tidak ada hujan.” tutur Jangkung (40th) asal Kabupaten Karawang ketika di konfirmasi wartawan Newspospublik.com (28/03/2023) dikediamannya.
Hal senada diungkapkan Aril (50th) asal Kabupaten Semarang menjelaskan” Harga emberan anjlok dari Rp 1000/1 kg kini hanya kisaran Rp 700 – 850/ 1kg dan untuk harga asoy (kresek) hanya Rp 400 – 500 / 1kg masih ada potongan kisaran 15-25 % kenyataannya setiap pemulung sudah tidak dapat lagi menghitung keuntungan malah yang ada minus penghasilan pencarian karena soal harga, apalagi kebingungan kami untuk kebutuhan kecukupan rumah tangga dan anak sekolah pak serba kurang! Terlebih apakah kami bisa pulang kampung disaat ba’da Idufitri tahun ini kumpul bersama keluarga dikampung, karena sekarang sudah bisa bertahan hidup dan bayar kontrakan juga sudah Alhamdulillah pak’ senada miris tersenyum.
Kerapkali dalam kondisi keadaan seperti ini para pemulung dihadapkan pada posisi sulit,akan tetap keputusanya adalah bertahan karena kalaupun pindah usaha atau pulang kampung akan tambah sulit hal itu di karenakan keadaan ekonomi yang sulit saat ini,dan pekerjaan susah di dapat.” Jelas Bang Iful pemerhati lingkungan hidup di Kota Bekasi.
Lebih lanjut dikatakan” Saya secara langsung berkeliling ke tempat keberadaan pemulung di lapak lapak bahkan sampai kontrakanya, faktanya kita semua miris dengan mata pencarian mereka saat ini dengan berbagai faktor kendala, seperti soal jual hasil mulung belum lagi musim hujan (Anomali) yang tak terduga di lokasi pembuangan di areal Gunung Sampah buangan limbah ekonomis rumah tangga dari Pemprov DKI Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan ” Saya berharap kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk bisa secara nyata memperhatikan dan memberikan jaminan usaha,dan jaminan hidup sejahtera kepada para golongan kaum pemulung karena mereka juga punya hak sesuai Pasal 28 UUD ’45 tentang hak hidup Warga Negara Indonesia (WNI) yang di tetapkan dalam dasar Negara.” pungkasnya. (Red)
Reporter. : Yatmono
Editor. : SF